Tak hanya Indonesia yang baru saja menggelar pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Amerika Serikat (AS) juga akan melaksanakan pemilihan pada 2024. Negeri Paman Sam ini baru-baru ini menetapkan bahwa Joe Biden dan Trump akan kembali bertanding merebut bangku presiden. Ada sejumlah perbedaan antara sistem pemilu di Indonesia dan AS. Hal ini meliputi dari kapan pemilu akan diadakan, jumlah dari partai politik, dan sistem pemilihan suara. Hal yang paling mencolok adalah, warga AS tidak dapat memilih langsung pasangan calon yang ingin mereka pilih, namun warga tetap melakukan pemilihan suara. Lebih lanjut, berikut merupakan sejumlah perbedaan dari Pilpres kedua negara yang dirangkum Bisnis.
Sedangkan untuk di Tanah Air, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilu di Indonesia dihelat dalam setiap lima tahun sekali. Partai Politik Partai Republik dan Partai Demokrat telah mendominasi proses politik di AS, di mana keduanya merupakan pewaris partai-partai terdahulu dari abad ke-18 dan ke-19. Di AS tidak ada partai kecil. Para ahli politik menunjuk pada pemilihan “first past the post” Amerika, di mana kandidat dengan jumlah suara terbanyak menang, bahkan jika mereka menerima kurang dari mayoritas suara yang dipilih. Sistem ini menyulitkan partai-partai politik kecil untuk memenangkan pemilihan umum. Dalam beberapa dekade terakhir, banyak dari pemilih AS yang menyebut dirinya “independen” secara politis, atau tidak berafiliasi dengan partai mana pun. Sedangkan, pada tahun ini diketahui bahwa terdapat 18 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh pada pemilu 2024.
Sistem Perolehan Suara Pemilihan umum AS menggunakan sistem “electoral college” di mana bukan rakyat yang langsung memilih presiden. Saat pemilih memberikan suaranya, mereka tidak hanya memilih calon presiden, tetapi juga memilih orang untuk menduduki posisi electoral college. Nantinya, electoral college yang terpilih ini lah yang memberikan suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Setiap negara bagian memiliki alokasi suara electoral college yang ditentukan berdasarkan jumlah populasi. Dengan total 538 suara yang tersedia, pemenangnya adalah calon yang berhasil meraih setidaknya 270 suara atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan antara calon-calon terjadi pada tingkat negara bagian, bukan secara langsung di tingkat nasional. Akibatnya, ada kemungkinan bagi seorang calon untuk memperoleh suara mayoritas secara nasional seperti yang terjadi pada Hillary Clinton pada tahun 2016, namun masih kalah dalam perhitungan suara electoral college.
Sistem ini dibentuk oleh para perancang konstitusi AS, untuk menciptakan sebuah sistem yang menyeimbangkan kepentingan negara bagian dan kepentingan rakyat Amerika. Hal ini berbeda dengan Indonesia, dimana sejak Pemilu 2004, presiden atau wakil presiden Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat. Sedangkan, sebelum pemilu 2004, presiden dan wakil presiden dipilih oleh anggota DPR atau MPR. Kemudian, pasangan calon yang terpilih adalah pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi, yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.